
Jakarta, 13 Desember 2024 – Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) menyelenggarakan kuliah umum dengan topik diskusi “Teknologi Alat Bantu Penangkapan Ikan.” Topik ini diambil mengingat dunia perikanan Indonesia yang semakin dekat dengan era modernisasi.
Kuliah umum FPIK ini menghadirkan suasana akademik yang menyenangkan dan interaktif. Materi dibawakan langsung oleh para ahli berpengalaman di bidang ilmu perikanan, yaitu Dr. Roza Yusfiandani, S.Pi., Wakil Kepala Tani dan Nelayan Center bersama Riena F Telussa. M.Si., Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI.
Dalam paparannya, Riena menjelaskan, “Sebenarnya, terdapat 3 (tiga) jenis alat untuk penangkapan ikan, yaitu rumpon, cahaya, dan aroma. Akan tetapi, yang diketahui oleh masyarakat luas adalah rumpon dan sinar lampu. Untuk jenis aroma atau bau itu belum terlalu dikenal,” imbuhnya.
Sementara itu, Roza menceritakan pengalamannya saat melakukan penelitian pada tahun 2008. Kala itu, ada seorang nelayan yang memotong rumpon milik nelayan lain. Ketika nelayan tersebut menyadari rumponnya telah dipotong, ia membalas dengan membakar kapal milik pelaku.
Akibat kejadian tersebut, nelayan yang kapalnya terbakar tidak bisa melaut lagi. Pengalaman ini menunjukkan betapa krusialnya peran rumpon dalam aktivitas melaut.
Kejadian tersebut membuat Roza dan tim berinovasi mengganti atraktor daun kelapa tradisional pada rumpon dengan stimulus suara, memanfaatkan frekuensi tertentu untuk menarik ikan.
“Hingga saya dan tim berinovasi dengan mengganti atraktor daun kelapa tradisional pada rumpon dengan stimulasi indra pendengaran, memanfaatkan frekuensi suara untuk menarik ikan,” imbuh Roza.
Tak berhenti sampai di situ, Roza juga meneliti bagaimana mekanisme kumpulnya ikan di rumpon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun rumpon berperan sebagai substrat yang sangat baik bagi pertumbuhan plankton, sehingga menciptakan ekosistem mini yang menarik bagi ikan.
“Saya tiap hari memotong daunnya. Untuk melihat kutikulanya dan lapisan daun. Apakah bisa memikat banyak plankton yang menempel di rumpon? Kemudian, saya juga meneliti ikan yang saya tangkap, dilihat dari isi perut. ternyata memang banyak isi plankton. Jadi, bisa disimpulkan ikan bisa terjebak dalam rumpon itu karena mencari makan,” ujarnya.
Tidak hanya aktif meneliti, Roza juga mengembangkan inovasi teknologi melalui startup Sahabat Nelayan Indonesia. Salah satu produknya adalah WiFi EchoSounder, alat yang membantu nelayan memantau aktivitas ikan secara real-time menggunakan smartphone Android.
“Dengan teknologi ini, nelayan bisa menentukan waktu yang tepat untuk menangkap ikan, sehingga lebih efisien,” jelasnya.
Di sisi lain, Riena F. Telussa memaparkan mekanisme light fishing, di mana cahaya digunakan sebagai daya tarik ikan melalui indera penglihatannya. Ikan yang tertarik pada cahaya disebut fototaksis positif, sementara yang menghindari cahaya disebut fototaksis negatif.
Riena menjelaskan bahwa cahaya dapat menarik ikan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, cahaya memicu respons ikan untuk berkumpul, sedangkan secara tidak langsung, cahaya menciptakan ekosistem mikro yang menarik plankton dan ikan kecil, sehingga mengundang predator yang lebih besar.
“Letak cahaya sangat berpengaruh. Cahaya di atas permukaan air membutuhkan waktu lebih lama untuk menarik ikan. Sebaliknya, cahaya di dalam air lebih efisien karena tidak terhalang udara,” jelasnya.
Dalam sesi penutup, Dr. Roza Yusfiandani, S.Pi. dan Riena F Telussa. M.Si., mengajak mahasiswa untuk aktif berkolaborasi dengan para pelaku industri perikanan. Menurut mereka, kolaborasi ini dapat menciptakan solusi yang terintegrasi dan berkelanjutan.
“Mahasiswa memiliki peran penting sebagai penghubung antara dunia akademis dan dunia industri,” tandas keduanya.