Jakarta, 08 November 2024 - Sebagai generasi yang responsif terhadap tren, Gen Z menunjukkan respons yang cukup positif terhadap tren investasi. Ini terlihat dari meningkatnya jumlah investor muda di pasar modal.
Melansir CNBC, berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 8 Agustus 2023, investor dengan usia dibawah 30 tahun tercatat sebesar 57,26% dengan total aset sebesar Rp50,08 triliun.
Sementara, di usia 31-40 tahun sebanyak 23,18% dengan jumlah aset mencapai Rp112,66 triliun. KSEI juga mencatat investor pasar modal sebanyak 11,46 juta dan didominasi oleh investor muda sebesar 78%.
Namun, meski angka partisipasi cukup tinggi, pemahaman tentang investasi masih terbatas. Hal ini menjadi tantangan, karena rendahnya literasi keuangan dapat meningkatkan risiko dalam pengambilan keputusan investasi.
Oleh karena itu, mahasiswa Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) mengikuti kegiatan Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2024 untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang investasi dan literasi keuangan. Dengan begitu, mahasiswa memahami berbagai instrumen investasi serta strategi pengelolaan keuangan yang aman dan bijaksana.
Pasalnya, mahasiswa yang tergolong dalam kategori Gen Z cenderung terpengaruh oleh tren dan informasi dari media sosial, yang terkadang tidak didukung oleh pemahaman mendalam tentang strategi investasi atau manajemen risiko.
Bagi mahasiswa yang ingin memulai investasi, mengenali profil risiko adalah langkah pertama yang harus dilakukan, seperti yang diungkapkan oleh Lolita Liliana, Pengurus Kompartemen Pengembangan Dewan APRDI.
Lolita menjelaskan, "Yang paling penting adalah mengenal profil risiko kita,” saat ditemui di acara Talkshow Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2024 pada Jumat (8/11/2024) di Main Atrium Gandaria City.
Lolita menyarankan, bagi mahasiswa atau Gen Z yang ingin memulai investasi dengan risiko rendah, instrumen seperti reksa dana pasar uang, obligasi pemerintah, atau tabungan berjangka adalah pilihan yang lebih aman. Instrumen-instrumen ini umumnya memberikan hasil yang stabil dengan risiko yang lebih kecil.
Sementara, bagi mereka yang memiliki profil risiko lebih tinggi (agresif), produk seperti saham, reksa dana saham, atau aset kripto memang bisa menjadi pilihan, tetapi mereka harus siap menghadapi volatilitas tinggi dan fluktuasi tajam.
Kemudian, Lolita juga mengingatkan pentingnya menerapkan strategi dollar cost averaging, yaitu membeli produk investasi secara bertahap dengan jumlah yang tetap pada periode tertentu. Strategi ini dapat membantu mengurangi dampak fluktuasi harga yang tajam.
Namun, ia menekankan bahwa berinvestasi, terutama bagi pemula, bukanlah langkah yang bisa diambil sembarangan. Sebelum memulai, sangat penting untuk mempelajari dan memahami berbagai instrumen investasi, risikonya, serta tujuan keuangan yang ingin dicapai.
Hal inilah yang juga dirasakan oleh Muhammad Sadam Husen dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ia menuturkan ketertarikan untuk memulai investasi. Hanya saja, masih membutuhkan waktu untuk mempelajari investasi agar tidak salah langkah.
“Tertarik buat investasi, tetapi enggak sekarang karena masih harus belajar supaya enggak salah ke depannya,” lanjutnya.
Sadam juga menyampaikan antusiasmenya dalam acara talkshow tersebut. Dirinya bahkan baru mengetahui bahwa investasi bisa dilakukan sejak muda dengan syarat memiliki pengetahuan yang cukup.
“Acaranya seru, penting, dan banyak ilmu yang bisa didapat seputar investasi. Karena ternyata investasi sejak muda itu juga bisa dan enggak harus bernominal besar, tapi juga penting buat harus belajar dulu,” ungkap Sadam.
Diharapkan adanya literasi keuangan ini dapat membantu mahasiswa USNI dan generasi muda secara umum untuk lebih siap dan bijak dalam membuat keputusan investasi.
Literasi keuangan yang memadai akan membekali mereka dengan pemahaman yang lebih baik tentang risiko, pengelolaan aset, dan strategi investasi yang berkelanjutan.